Soal Hati
Klickberita.com
– Dalam tubuh itu ada segumpal daging yang disebut dengan hati. Di dalam hati
itu pula sebuah perasaan mengendap yang kemudian disebut cinta. Cinta itulah
yang jadi misteri kehidupan manusia. Di mana cinta yang menggelayut ke hati, lalu
menguap hilang bersama udara.
Pecinta tak selamanya
menang di panggung cinta, ia kalah, bahkan ada pula yang menjadi pecundang.
Jadilah ia sosok yang lari dari cinta. Jauh... sejauh-jauhnya pergi, tak berani
menatap wajah cinta. Baginya cinta itu sudah menjadi bangkai busuk, harus dipendam
sampai ke dasar bumi. Agar aroma bau bangkai itu tak menguap di udara segar
yang saban hari dihirupnya.
Di sisi lain, pecinta
itu menyimpan penyesalan yang selalu menyesakkan dada. Kenapa? Kenapa?! Aku
dulu begitu mencintainya. Mulutnya bertutur ke semesta. Siapa yang dengar? Dan siapa
pula yang mau mendengar?
Menemukan hati yang baru (Ilustrasi) | Foto Flickr
Ia sibuk bertanya pada
diri sendiri, seketika itu pula ia menjawab pertanyaan sendiri. Tanya jawab...
tanya jawab... tanya jawab. Begitu saja seterusnya. Sampai ia lelah...
benar-benar lelah. Terduduk termangu mohon kepada siapa saja yang iba padanya.
Berilah segenggam cinta untukku.. atau secuil pun jadi, asal... asal cinta itu
tulus dari hati yang terdalam.
Abad 21, tahun 2016,
siapa yang masih mengenal cinta yang tulus? Dan siapa juga yang benar-benar
paham arti cinta dari hati yang terdalam? Dan kemudian, siapakah dia yang
memberanikan diri dalam tindakan nyata, bukan retorika belaka? Oh... tentu saja
ada, mungkin satu di antara ribuan manusia. Mungkin satu di antara jutaan
manusia. Atau mungkin pula satu di antara milyaran manusia yang mengisi planet bumi
ini.
Pecinta itu lari
terbirit-birit membawa wajah malu dan sepotong hati yang terluka. Hei, apakah
tidak malu jika kita kalah dalam cinta? Bukankah tidak terlalu sakit jika cinta
itu sendiri mengubur cinta yang kita semai? Ini sungguh sakit, terlalu dalam
jika ingin megeluarkan pilihan kata apa yang tepat.
Lembah, padang pasir,
hutan belantara, gunung gemunung, dan luasnya samudera, ia tak pernah perduli dengan
jalan yang ia lalui. Bukan karena ia super hero, atau pahlawan kelas kampung
yang jago menyikut maling. Tidak! Tidak! Ia seperti pemuda lainnya. Hanya saja
ia memiliki sifat yang melankolis, dan terlalu dramatis, dan tak jarang pula terpaksa
menangis.
Kita tidak bisa, dan
memang tidak boleh menyebutnya sebagai pria cengeng. Kan kita tidak pernah tahu
kehidupan orang lain yang sesungguhnya, atau malahan memang tak ingin tahu sama
sekali apa yang dialami orang lain. Meskipun itu soal hati.
Menyangkut soal hati,
ini sungguh berat memahaminya. Masalah hati bisa disentuh dengan hati, orang
yang sakit karena hati, maka hati pula sebagai penawarnya. Dan sayangnya untuk
mencari hati yang sesuai dan diharapkan tidak semudah mencari barang yang
hilang karena kelupaan.
Mungkin juga pemuda
yang pergi jauh membawa hati yang luka itu, meski dipagari tembok berisi hati
yang baru. Agar ia tak bisa kemana-mana, hanya berkubang dengan dunia baru yang
dilahirkan dari cinta yang baru. Perlahan ia paham... hati yang pernah ia
tinggalkan bersama wanitanya dulu, harus ia relakan. Tak masalah hanya tinggal
sebagian kecil sisa hati itu. Sebab lama kelamaan, hati itu akan bertunas,
membesar, dan menyeluruh.
Sampai kemudian hati
itu berbisik padanya: “Tuan, hati ini sudah sembuh. Biarlah sehat begini, hati
baru yang Tuan temukan menyembuhkan hati dan seluruh tubuh Tuan.” [Asmara Dewo]
Baca juga: Hati yang Terbalik
Info Penting: Klickberita.com di-update setiap Sabtu pagi.
Posting Komentar untuk "Soal Hati"