Kasus Ahok, Drama Telenovela, dan Kain Kafan
Selain
kasus kopi sianida yang begitu panjang dan bertele-tele layaknya drama telenovela,
satu lagi akan menyusul, yaitu kasus Ahok terkait surat Al-Maidah. Yang sudah
diketahui masyarakat luas pemicunya adalah Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Kembali
diingatkan, agar kita tidak pernah lupa ucapan si Ahok saat di depan warga
Kepualauan Seribu, pada tanggal 27 September 2016 lalu: “Jangan
mau dibohongi pake surat Al-Maidah ayat 51, yang macam-macam itu.”
Demo tuntut Ahok di Balai Kota | Foto Tribun News |
Akibat
pernyataan itu pula Ahok dikecam oleh umat Muslim Indonesia, dan Muslim
Internasional juga sudah menyoroti kasus penistaan agama Islam ini. Sedangkan MUI
(Majelis Ulama Indonesia) mengeluarkan fatwa bahwa Ahok sudah menistakan agama
Islam.
Namun
pembela Ahok habis-habisan membela sang petahana tersebut, bahkan MUI juga
dituduh sudah berpolitisasi dalam fatwa tersebut. Inilah watak pembela Ahok,
sudah jelas-jelas Ahok salah, malah menuduh MUI yang bukan-bukan.
Padahal
Ahok yang masuk ke ranah agama, bukan MUI yang masuk ke ranah Politik. Karena
Ahok sendiri yang memulai dengan berkampanye Pilgub DKI Jakarta 2017 pakai
agama Islam, menyudutkan Islam pula.
Sebelumnya
mantan Bupati Belitung Timur ini sudah minta maaf, mungkin saja sebagian umat
Muslim memaafkannya, namun proses hukum tetap berlanjut. Kan memang seperti itu
menyelasaikan permasalahan hukum?
Tidak
bisa sudah berbuat salah, lalu minta maaf dan semua beres. Kalau begitu aturan
mainnya, bagaimana kasus perkosaan dan pembunuh. Si lelaki pemerkosa minta
maaf, lalu selesai kasusnya? Memang harga diri wanita bisa kembali? Kalau ia
masih perawan, memangnya bisa kembalikan keperawannya?
Begitu
juga si pembunuh, setelah membunuh bisa begitu saja selesai kasusnya, terus
yang sudah mati itu bagaimana? Bisa dihidupkan?
Di
sinilah pentingnya hukum di tengah-tengah masyarakat, selain untuk menegakkan
keadilan di bumi manusia ini, juga untuk melindungi si pelaku dari hukuman
masyarakat.
Kan
kita sendiri tahu, terkadang hukuman masyarakat bisa lebih bahaya dari hukum
negara? Nah, peran penegak hukum harus bisa melindungi si pelaku dengan
mengambil alih kasus tersebut dengan asas keadilan.
Begitu
juga dengan kasus Ahok. Sangat sederhana untuk menyesaikannya, periksa Ahok
dengan segera, naikkan kasusnya, dan biarkan sidang berjalan semestinya. Nanti di
persidangan terbukit apakah Ahok salah atau tidak? Kan enak begitu prosesnya.
Namun
kenyataan di lapangan sungguh berbeda, saudara, Ahok sepertinya dilindungi oleh
orang yang berkuasa di negeri ini. Polisi seakan-akan takut memeriksa kasus
Ahok. Kan lucu jadinya? Apa guna ada penegak hukum kalau tidak bisa menangani
kasus Ahok?
Yang
lucunya lagi adalah saat Ahok mencoba mengklarifikasi kasusnya di Kabareskrim
Polri Senin pagi lalu, Ahok menjumpai presiden dulu di istana. Aneh, kan? Seperti
anak-anak yang mengadu saat berkelahi dengan teman bermainnya. Ahok mengadu
pada Jokowi? Bisa jadi.
Kan
tidak mungkin menjumpai presiden hanya untuk sopan santun saja sebelum cuti
kampanye, seperti yang dijelaskan Juru Bicara Presiden Johan Budi. Duh… anak
kecil juga tahulah yang begituan.
Namun
umat Muslim di titik-titik tertentu, Sumatera dan Jawa, mulai terus berdemo
tiada henti-hentinya menuntut agar Ahok segera diproses. Bahkan 4 November 2016
nanti, usai sholat Jum’at akan ada demo besar-besaran menuntut hal yang serupa.
Kabarnya
massa yang akan dikerahkan lebih besar dari sebelumnya, pada tanggal 11 Oktober
2016 lalu. Dan pihak kepolisian yang
tergabung dengan TNI sudah menyiapkan 7.000 personil dalam menjaga keamanan
aksi massa itu nantinya.
Jika
nantinya demo besar-besaran kedua kalinya ini tetap tidak digubris, entahlah
bagaimana selanjutnya kasus Ahok ini? Kemungkinan akan ada demo terkakhir,
sebagai final peringatan kepada
pemerintah, penegak hukum, dan sang Presden RI Joko Widodo.
Karena
umat Islam tampaknya sudah gerah sekali, seolah-olah teriakan mereka dianggap angin
lalu, hanya sekadar hiasan di zaman masa demokrasi Indonesia ini. Massa yang semakin banyak dan terus bertambah
tentu bisa berakibat chaos. Sebab mereka
dikacangin.
Nah,
jika pada 14 November nanti belum juga Ahok diperiksa secara hukum yang
berlaku, maka umat Muslim selama ini yang ikut berdemo tidak bersalah, sebab
mereka juga mematuhi hukum demokrasi. Selanjutnya penegak hukum dan
pemerintahlah yang salah karena sudah mengabaikan tuntutan mereka.
Jangan
dikira ini adalah demo politisasi, ini merupakan tuntutan hak sebagai seorang
Muslim. Setiap Muslim memang dianjurkan untuk membela agamanya. Apa penegak
hukum dan pemerintah tahu itu? Bahkan, Buya Hamka sempat berpesan: “Jika diam saat agamamu dihina, gantilah
bajumu dengan kain kafan!”
Buya
Hamka bukan seorang ulama ecek-ecek, ia seorang ulama mahsyur di zamannya, juga
sampai detik ini, dan juga pernah menjabat menjadi Ketua MUI di zaman orde baru.
Ilmu tafsir dan akidahnya tidak diragukan lagi. Bukan seperti Nusron Wahid,
yang ilmu tafsirnya hanya dia yang tahu, dan sungguh sesat menafsirkan
pernyataan Ahok mengenai surat Al-Maidah itu.
Pramoedya
Ananta Toer saja yang pernah bermusuhan dengan Hamka, menyuruh calon menantunya
untuk belajar Islam dengannya.
Pram
merupakan sosok yang berpegang prinsip, tidak ada keraguan di dalam perbuatan
dan tinadakannya. Meskipun dirinya sendiri tidak dekat dengan Islam, namun ia
percaya bahwa Hamka lah sosok yang tepat membimbing calon menantunya itu dalam
belajar Islam dengan baik.
Begitu
juga dengan Soekarno dan Mohammad Yamin, kedua tokoh bangsa ini meminta Buya
Hamka untuk menjadi imam sholat jenazahnya. Dan untuk Mohammad Yamin sendiri
berawasiat agar di saat ajal menjemputnya ditemani sampai di liang lahat. Dan kita
ketahui sendiri, Mohammad Yamin dimakamkan di Talawi, Sawahlunto, Sumatera
Barat.
Dan
kasus Ahok ini sudah menistkan agama Islam. Maka umat Islam yang membela
agamanya tidak akan pernah berhenti sebelum Ahok disidang dalam pengadilan.
Karena pesan Buya Hamka masih tertanam di sanubari umat Muslim di Indonesia. [Klickberita.com]
Info Penting: Klickberita.com
di-update setiap Sabtu pagi
Posting Komentar untuk "Kasus Ahok, Drama Telenovela, dan Kain Kafan "