Perempuan Jangan Mencari Titik Aman Saja, Harus Bersikap!
Klickberita.com
– Perempuan zaman now hanya berkutat
pada kosmetik, gadget, nongkrong-nongkrong tidak jelas, ketawa-ketiwi,
ber-hahahihi, dan lain sebagainya melakukan kegiatan tidak penting biar
dianggap keren. Oi, kaum hawa! Lupakah kita bahwa bangsa ini pernah melahirkan
perempuan hebat, maju di medan tempur dengan hidup-mati setipis rambut.
Ilustrasi perjuangan aktivis perempuan | Foto Istimewa |
Oi, kaum perempuan
zaman reformasi! Lupakah kita bahwa negeri ini pernah dipimpin oleh
perempuan-perempuan hebat seperti Malahayati, Cut Nyak Dien, dan
pejuang-pejuang perempulan lainnya. Mereka pemimpin perempuan hebat dari tanah
rencong, Aceh.
Di rezim Orde Baru kita
mengenal Marsinah yang membela kaum buruh pabrik di Sidoarjo, Jawa Timur. Ia
bersama teman-teman aktivis buruh menjadi target militer karena menuntut
kenaikan upah, dan akhirnya Marsinah hilang begitu saja. Tiga hari kemudian,
jenazahnya ditemukan di hutan. Hasil visum membuktikan aktivis perempuan itu
disiksa berat sebelum meninggal.
Ini membuktikan bahwa
perempuan-perempuan hebat di atas menorah sejarah keberaniannya melawan
pembodohon, penindasan, penjajahan, dan tindakan semena-mena oleh orang yang
berkuasa. Di zaman sekarang tentu berbeda dengan zaman dulu, itu memang betul.
Tapi harus diingat pula, penindasan zaman now
itu ditutupi dengan program-program yang legal dari pihak yang berkuasa.
Salah satu contoh
adalah kasus larangan pernikahan sekantor dari PLN di Jambi. Pegawai perempuan
disana di-PHK karena menikah dengan pegawai di Sulawesi Utara. Namun pihak
serikat buruh PLN tidak membiarkan kasus itu berlarut-larut, mereka uji materil
di Mahkamah Konstitusi mengenai undang-undang yang melegalkan pemecatan sepihak
karena menikah satu perusahaan.
Jelas, larangan menikah
karena satu perusahaan adalah pelanggaran HAM.
Baca juga:
Melarang Bercadar Sama Saja Melanggar HAM
Mereka Nyinyir Terhadap Muslimah Bercadar
Baca juga:
Melarang Bercadar Sama Saja Melanggar HAM
Mereka Nyinyir Terhadap Muslimah Bercadar
Kemudian, beberapa hari
yang lalu Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta melarang
mahasiswinya bercadar. Karena rektor UIN Yogykarta menganggap sekitar 42
mahasiswi itu berpaham ideologi radikal.
Tidak bisa dibanta lagi! Ini adalah
tuduhaan ngawur oleh sang rektor.
Padahal kita bisa membedakan mana paham radikal dan mana secarik kain penutup
wajah. Pelarangan memakai cadar di kampus atau di mana saja adalah bentuk
pelanggaran HAM yang tidak dibenarkan bagi keadilan manusia itu sendiri.
Ada pula mahasiswi Universitas
Proklamasi 45 Yogykarta yang ditambrak dengan mobil oleh pihak aparat ketika
mereka melakukan aksi demonstrasi di kampusnya karena pemecatan sepihak dari
kampus. Ini bermula ketika beberapa mahasiswa meminta transparansi dana kampus
yang semakin mahal.
Lemahnya kesadaran
perempuan zaman sekarang ini karena mereka tidak berani mengambil sikap. Masih
terdoktrin budaya-budaya kuno yang membelenggu dirinya sendiri. Akibatnya adalah
perempuan hanya dijadikan objek oleh kelompok lain. Padahal perempuan adalah
subjek yang bisa mengambil peran untuk menentukan hidupnya sendiri,
keluarganya, bangsanya, dan juga agamanya.
Kita juga masih bisa
melihat gadis-gadis yang minimnya pendidikan secara tak langsung dipaksa
keluarganya menikah. Dengan alasan untuk meringankan beban keluarga, dan bisa
membantu orangtuanya setelah bersuami. Padahal ini jika dikaji lebih dalam,
sama saja menjual anak pada orang lain agar mendapatkan keuntungan bagi
keluarga.
Sedangkan di sisi lain,
perempuan-perempuan yang berkecukupan, bahkan terbilang kaya, sama sekali tidak
peduli dengan nasib sekaumnya. Ia terlalu asyik menikmati hidup, mengejar
cita-citanya hanya untuk dirinya sendiri, berkehidupan glamour yang sama sekali tidak mau memberikan sumbangsih terhadap
perempuan yang masih tertindas.
Atau boleh jadi, kamu
sendiri saat ini sedang dalam belenggu pembodohan, perampasan hak, dan objek
korban dari orang-orang yang mengeksploitasi kamu. Hal ini bisa diketahui jika
kita belum merdeka 100 persen, merdeka dalam berpikir, merdeka dalam
berpendapat, dan merdeka untuk berkumpul, dan merdeka untuk sebuah perjuangan. Kesadaran ini harus digali
lebih dalam lagi, karena dari kesadaran itu pula akan tumbuh ide-ide untuk
memerdekan diri sendiri.
Di hari International Women’s Day ini sudah sepatutnya perempuan Indonesia juga menyambut hari perjuangan perempuan dunia dengan penuh semangat perjuangan. Karena dari sanalah awal kesadaran kaum perempuan modern menuntut haknya, meskipun di dalam negeri kita sendiri tak kalah hebatnya dalam perjuangan, seperti Malahayati dan Cut Nyak Dien.
Perjuangan itu sendiri
akan begitu lemah dilakukan sendiri-sendiri, tidak mempunyai kekuatan yang massif.
Sejarah perjuangan sudah membuktikan untuk merampas kemerdekaan itu entah itu
dari tangan kolonial, tuan pabrik, rezim tiran, hanyalah dari persatuan yang
kokoh, terdiri dari kaum perempuan dan kaum laki-laki. Meleburlah di sana, rapatkan
barisan, perjuangkan apa yang sepatutnya diperjuangkan.
Tentu pula dalam
perjuangan itu tidak berpatokan pada persatuan, namun pula diisi oleh
individu-individu yang cerdas dan militan. Otak manusia itu juga tidak hanya
diisi dengan impian-impian saja, tapi dengan segala ilmu pengetahuan dan jejak
pengalaman dari setiap perjuangan yang telah dilakukan.
Para gadis-gadis,
ibu-ibu, perempuan tak hanya dituntut untuk mandiri, tapi harus bisa pula
bertarung di berbagai aspek kehidupan negeri. Termasuk merdeka 100 persen dari
penjajahan kapitalis bin imprealis dari setiap sendi lingkungan kita. Ini bisa
dicapai jika kaum mudi dan emak-emak bersatupadu di bagian garis perjuangan
kaum revolusioner. Tidak mengerikan, sungguh tidak mengerikan. Lebih mengerikan
lagi perlahan kita mati di lumbung padi yang alamnya kaya raya.
Tak mengejutkan, jika
suatu hari nanti Indonesia bangkrut, karena kaum perempuannya telah lama
merelakannya. Dan pada saat itulah kita sadar, namun apa yang hendak dilakukan,
nasi sudah menjadi bubur. Berlahan tapi pasti setiap jengkal bumi Indonesia
dikendalikan oleh investor, kaum pemodal dari luar. Rakyat miskin hanya bisa
meringis dan gigit jari menyaksikan tanah kelahirannya dikuasai orang asing.
Menangis bukan solusi!
Sebagai rahimnya bumi,
sepatutnya perempuan punya sikap yang tegas. Pilih diperbudak atau merdeka 100
persen! Tidak ada rumus mencari aman, karena bagi kita individu-individu yang
mencari titik aman adalah pengkhianatan perjuangan suatu bangsa. [Asmara Dewo]
Posting Komentar untuk "Perempuan Jangan Mencari Titik Aman Saja, Harus Bersikap!"