Si ‘Aku’ yang Tak Tahu Syariat Islam
Klickberita.com
– Puisi adalah salah satu karya sastra yang cukup digemari di Indonesia, sejak
dulu sampai sekarang, puisi masih menjadi primadona. Bukan tanpa sebab, puisi
itu mudah dikarang, bagi yang biasa menulis puisi tentunya.
Bahkan ada puisi
yang hanya bisa dinikmati oleh penyair itu sendiri, karena bahasanya terlalu
berat, sampai-sampai makhluk bumi tiada mampu mengejanya.
Sukmawati Soekarnoputri | Foto Reuters, Beawirtha |
Di zaman era digital,
rakyat media sosial yang saban waktu mengotak-atik smartphonenya juga tak mau
ketinggalan. Mereka merangkai kata-kata indah, mengarang bait yang menyasar
seseorang, atau meramu kalimat demi menarik perhatian.
Boleh dibilang, mereka
mencoba berpuisi, mencurahkan segala perasaan hati dan pikirannya, sesusai
kondisinya saat itu. Ada puisi galau, ada puisi curhat karena something, puisi kritikan, dan segala
macam bentuk puisi bisa kita baca di berbagai media sosial, khususnya
Instagram.
Menulis adalah
kemerdakaan 100 persen, ia tidak boleh diintervensi, diintimidasi, didoktrinisasi,
dan lain sebagainya. Begitu juga dalam menulis sastra puisi, yang maknanya mungkin
hanya bisa diserap bagi pencinta setianya.
Dalam puisi itu sendiri
untuk memahaminya tidak hanya yang tersurat saja, tapi yang tersirat. Maksudnya
adalah dari keseluruhan bait-bait dari awal sampai akhir, poin terpenting apa
yang ingin disampaikan oleh si penyair tersebut?
Puisi merupakan hasil
penafsiran penyair terhadap kehidupan (Aisyah, 2007:2). Artinya seorang penyair
mencoba menerjemahkan apa yang ia lihat, dengar, cium, raba, rasakan di
kehidupannya yang diwujudkan pada sebuah
puisi.
Sehingga pembaca atau penikmat puisi seolah-olah bisa turut merasakan
apa yang dirasakan oleh penyair itu sendiri. Kata-kata yang digunakannya adalah
kata-kata konotatif yang mengandung banyak penafsiran dan pengertian, Kosasih
(2012:97)
Puisi
‘Ibu Indonesia’ Karangan Sukmawati Soekarno Putri
Ibu Indonesia
Oleh: Sukmawati
Soekarno Putri
Aku
tak tahu Syariat Islam
Yang
kutahu sari konde ibu Indonesia sangatlah indah
Lebih
cantik dari cadar dirimu
Gerai
tekukan rambutnya suci
Sesuci
kain pembungkus ujudmu
Rasa
ciptanya sangatlah beraneka
Menyatu
dengan kodrat alam sekitar
Jari
jemarinya berbau getah hutan
Peluh
tersentuh angin laut
Lihatlah
ibu Indonesia
Saat
penglihatanmu semakin asing
Supaya
kau dapat mengingat
Kecantikan
asli dari bangsamu
Jika
kau ingin menjadi cantik, sehat, berbudi, dan kreatif
Selamat
datang di duniaku, bumi Ibu Indonesia
Aku
tak tahu syariat Islam
Yang
kutahu suara kidung Ibu Indonesia, sangatlah elok
Lebih
merdu dari alunan azanmu
Gemulai
gerak tarinya adalah ibadah
Semurni
irama puja kepada Illahi
Nafas
doanya berpadu cipta
Helai
demi helai benang tertenun
Lelehan
demi lelehan damar mengalun
Canting
menggores ayat ayat alam surgawi
Pandanglah
Ibu Indonesia
Saat
pandanganmu semakin pudar
Supaya
kau dapat mengetahui kemolekan sejati dari bangsamu
Sudah
sejak dahulu kala riwayat bangsa beradab ini cinta dan hormat kepada ibu
Indonesia dan kaumnya.
Puisi ini ditulis dan
dibukukan pada tahun 2006 yang lalu, dan kemudian dibacakan ulang pada acara 29
tahun Anne Avantie Berkarya di ajang Indonesia Fashion Week 2018. Mendadak
viral video yang dibacakan langsung oleh penyairnya, sebab karya sastra itu
dituding menista agama Islam.
Ada dua hal yang paling
kontroversi pada puisi tersebut, dan ini pula yang disebut-sebut sebagai
penistaan agama:
1. Aku tak tahu Syariat Islam
Yang
kutahu sari konde ibu Indonesia sangatlah indah
Lebih
cantik dari cadar dirimu
Jika memahami dari
sudut pandang penyair, ia tampak menerjemahkan dirinya sebagai seorang muslimah
yang tidak paham agama Islam, alias ‘buta’. Sehingga bagi si ‘aku’ itu konde
lebih indah dari cadar.
Pada bait ini jelas
sekali bahwa si ‘aku’ membandingkan konde dengan dengan cadar. Konde digunakan
oleh perempuan Indonesia di sanggulnya. Sedangkan cadar merupakan secarik kain
penutup wajah yang biasanya digunakan oleh beberapa kalangan muslimah. Ada
beberapa ulama yang menyimpulkan bahwa bercadar tidak ada dalam perintah Islam.
Artinya bercadar tidak
wajib digunakan bagi seorang muslimah. Aurat yang wajib ditutup menurut ulama
tersebut adalah dari ujung kaki sampai ujung rambut, kecuali wajah dan tangan.
Tapi tidak pula memakai cadar itu dilarang. Bahkan dengan memakai cadar bisa
menghindari nafsu karena melihat kecantikan wajah si muslimah tersebut,
tentunya itu sangat bagus.
Bagi yang memakai cadar
dan pendukung muslimah bercadar, pastinya puisi itu dinilai tidak etis.
Logikanya adalah jika memakai konde jelas mengumbar auratnya, sedangkan yang
memakai cadar menutup auratnya.
Si ‘aku’ mengatakan
konde lebih cantik dari cadar. Ya, sah-sah saja jika subjektifnya seperti itu.
Hanya saja dengan membandingkan begitu akan ada yang tersakiti, tentulah bait
puisi ini tidak elok.
2. Aku tak tahu syariat Islam
Yang
kutahu suara kidung Ibu Indonesia, sangatlah elok
Lebih
merdu dari alunan azanmu
Lagi-lagi si ‘aku’
menjelaskan dirinya tak tahu syarit Islam, tak mengerti aturan-aturan agamanya
sendiri. Kewajaran sebenarnya, ketika seseorang yang ‘buta’ meraba setiap
langkah kakinya.
Menariknya adalah orang buta sesungguhnya tidak mau
menyalahkan benda atau apapun menghalanginya saat berjalan, dia berbelok
kemudian berjalan lagi. Begitu seterusnya sampai di tujuan.
Tidak pula
membandingkan kebutaannya dengan orang yang panca indranya normal. Baginya tak
perlu membandingkan, karena hidup sudah digariskan oleh Sang Maha Kuasa.
Tinggal bagaimana memainkan peran di panggung kehidupan ini dengan apa yang
sudah dimiliki.
Nah, si ‘aku’ pada
puisinya membandingkan suara kidung dengan adzan. Jika pada bagian pertama yang
mungkin kesal, kecewa, atau marah, hanya perempuan bercadar dan para
pendukungnya saja, tapi jika adzan yang dibandingkan maka bertambah pula dengan
umat Islam lainnya.
Di bait pertama, cadarmu, ini dipakai oleh satu orang,
sedangkan azanmu adalah seseorang
yang mengumandangkan adzan untuk memberitahukan kepada umat Islam agar menegakkan
sholat. Subjektif si ‘aku’ jika benar ia pernah mendengar suara azan yang
mungkin suara tidak begitu merdu.
Tapi yang jelas dalam setiap adzan itu
mengagungkan Asma Allah SWT, kalimat tauhid, menyerukan agar sholat, serta
memperteguh iman di dalam hati setiap umat mukmin dan mukminat itu tetap
terjaga.
Bacaan lafadz adzan:
Allaahu Akbar Allaahu Akbar. (2X), artinya Allah Maha Besar
Asyhadu an laa illaaha illallaah. (2X), artinya Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah
Asyhadu anna Muhammadar rasuulullah. (2X), Aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad itu adalah utusan Allah.
Hayya
'alas-shalaah (2X), marilah menunaikan sholat
Hayya
'alal-falaah. (2X), marilah menuju kemenangan
Allaahu
Akbar, Allaahu Akbar (1x), artinya Allah Maha Besar
Laa
ilaaha illallaah (1x), tiada Tuhan selain Allah
Beramai-ramai
Laporkan Sukmawati ke Polisi
Meskipun Sukmawati
sudah meminta maaf karena puisinya meresahkan umat Islam, namun kasus ini tetap
dilaporkan ke polisi. Berbagai element masyarakat dan individu yang melapor:
1. Forum Umat Islam
Bersatu (FUIB), sang ketua Rahmat Himran berujar ribuan anggotanya akan beramai-ramai
ke Bareskrim pada hari Kamis.
2. Gerakan Pemuda Ansor
(GP Ansor) dan Banser Jawa Timur mendatangai Polisi Daerah Jawa Timur (Selasa).
Kedatangan mereka juga menuntut agar polisi mengusut puisi yang dinilai menista
agama tersebut.
3.Tim Pembela Ulama
Indonesia (TPUI). Azam, Wakil Ketua TPUI menilai bait puisi Sukmawati dinilai
menistakan agama. “Kapan lagu kidung ini bisa melampaui azan merdunya? Ah ini
yang disebut penghinaan, pelecehan termasuk penodaan dalam Islam…” kata dia.
4. Gerakan Mahasiswa
Islam Indonesia (GMII). Ketua Lembaga Badan Bantuan Hukum GMII Muhammad Fikri
menurut pendapatnya puisi Sukmawati berunsur penghinaan SARA (Suku, agama, Ras,
Antargolongan).
“Kami juga sering
berorasi dengan puisi, tapi puisi tentunya tidak dengan SARA, puisi itu aksara,
bukan SARA, tapi dia telah menodai SARA dalam syair puisinya,” kata Fikri.
5. Politisi Partai Hati
Nurani Rakyat (Hanura), Amron Amsyari. “Saya laporkan atas nama pribadi
terhadap Sukmawati ke Polda Metro atas penistaan agama”.
6. Pengacara Denny
Adrian Kushidayat. "Dia (Sukmawati) berkata, 'Syariat islam disandingkan
dengan syariat konde. Nyanyian kidung Ibu pertiwi lebih indah daripada adzan
mu'. Kalau bicara adzan meremehkan Tuhan, ada lafaz Allah di situ," kata
Denny.
7. Persaudaraan Alumni
212. Seorang alumni itu, Dedi Suhardadi, melaporkan Sukmawati ke polisi. “Puisi
yang bagi sebagian besar umat Islam itu sangat meyakitkan. Kita bicara bukan
puisinya tapi kita bicara kontennya,” ujar Dedi.
8. Forum Anti Penodaan
Agama (FAPA). Mursal Fadilah yang mewakili turut melaporkan putri mendiang
Presiden RI Soekarno tersebut.
9. Lembaga Bantuan
Hukum (LBH) Street Lawyer yang diwakili Irvan Noviandana juga melaporkan Sukmawati.
10. Kebangkitan Jawara
dan Pengacara Indonesia (Bang Japar Indonesia) yang diwakili oleh Indra Linggas
Watu.
Sukmawati terancam
melanggar Pasal 156a Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang berbunyi: “Dipidana
dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di
muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat
permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di
Indonesia”.
Dan Pasal 16
Undang-undang No.40 Tahun 2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etni: “Setiap
orang yang dengan sengaja menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang
lain berdasarkan diskriminasi ras dan etnis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
huruf b angka 1, angka 2, atau angka 3, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (limaratus
juta rupiah).
Apakah
si ‘Aku’ Bisa Diadili?
Equality
before the law, setiap warga negara sama di depan
hukum. Ini merupakan asas hukum untuk mewujudkan tegaknya keadilan tanpa
pandang bulu. Siapa pun dia, apapun jabatan dia, dan seberapa besar pun jasa
atau pengaruhnya terhadap negara, namun ketajaman hukum akan tetap terhunus
bagi si pelanggar.
Sukmawati Soekarno Putri
adalah adik dari Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri, mereka adalah putri
dari Presiden RI pertama, Soekarno. Partai berlambang banteng bermoncong putih
itu pun sebagai partai berkuasa di negeri ini. Jokowi selaku kader Partai PDI-P
merupakan Presiden RI.
Akankah si ‘aku’ tetap
menjalani proses hukum? Jika mengingat kasus penistaan agama yang pernah
dilakukan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok soal Surat Almaidah, maka hanya karena
demonstrasi akhirnya Ahok diproses hukum. Jika adem anyem, tidak menutup
kemungkinan hukum tidak berjalan.
Meskipun aksi bela
Islam itu dituding sebagai gerakan politik untuk merongrong rezim Jokowi dan
juga senjata kemenangan untuk meluluskan pencalonan Anies dan Sandie. Terlepas
dari sudut pandang politik, ahok akhirnya divonis 2 tahun penjara oleh hakim.
Jika saat itu lagi
panasnya Pilkada Jakarta 2017, maka kasus puisi Sukmawati ini juga di tahun
politik. Tahun 2018 Pilkada serentak, sedangkan tahun 2019 Pemilihan Presiden.
Ada sebuah kedilemaan,
di satu sisi tidak mungkin membiarkan saudarinya di penjara, di sisi lain ada
pertaruhan politik. Megawati sampai detik ini belum ada komentar terkait puisi
adiknya tersebut. Apakah Megawati pasang badan untuk Sukmawati? Atau bermain di
balik layar menyelamatkan saudarinya?
Hanya saja yang menjadi
catatan penting adalah kesempatan ini tidak akan dibiarkan begitu saja oleh
pihak lawan politik mereka, ini merupakan senjata ampuh merebut kemenangan. Satu
paket, membela agama, dan menduduki kursi istana. Semakin berlarut, maka sama saja
membuka pintu aksi massa memadati Ibu Kota Jakarta, seperti yang sudah-sudah. [Asmara
Dewo]
Posting Komentar untuk "Si ‘Aku’ yang Tak Tahu Syariat Islam"