Filosofi Saya Update, Maka Saya Ada
Klickberita.com
– Rene Descartes berujar: “Saya berpikir, maka saya ada”. Filsuf modern asal Prancis ini menganggap bahwa siapa saja yang berpikir maka ia ada. Dan
menekankan jika seseorang itu dalam keadaan berpikir yang tidak normal (tidak
sadar, halusinasi, mimpi, gila) maka ia
dianggap tidak ada.
Lalu timbul pertanyaan apa pentingnya
ada atau tidak ada di zaman sekarang yang semakin gila ini? Tentu saja sangat
penting, coba tanyakan pada generasi milineal atau generasi Z, bisakah sehari
saja tidak update? Entah itu update
status, update foto, update video di media sosial. Ternyata sulit bagi tipe
manusia yang ingin selalu ‘ada’ tersebut.
Ilustrasu bertualang | Istockfoto |
Descartes dalam filsafat ‘ada’ itu
untuk membuktikan bahwa manusia yang berpikir itu ada. Dari keraguan-keraguannya
terhadap apa saja yang dipelajarinya, baik dari sekolahan, buku, guru-guru,
lingkungannya, membuatnya mencari kebenaran yang absolut. Ia tidak percaya lagi
terhadap apa yang dianggap ‘benar’ itu.
Generasi milineal dan generasi Z,
ingin dianggap ada karena hanya ikutan trend kekinian. “Saya update, maka saya
ada”, begitulah kira-kira filosofi mereka. Klan yang selalu ingin dianggap
eksis ini pun terkadang menjadi corong hoax
berita atau artikel.
Alasannya sederhana mereka menjadi
corong karena ingin dianggap paling update, perduli terhadap sesuatu yang
dianggap penting (padahal belum tentu penting), misalnya Syahrini lepas jaket
di persidangan kasus First Travel.
Mencari kebenaran adalah beban moral
manusia yang berpikir. Sedangkan manusia yang enggan berpikir merasa tidak
punya beban moral. Hidup hanya kepentingan pribadi. Toh, jika terpaksa harus
berpikir bukan karena dari dirinya sendiri, faktor eksternal yang memaksanya.
Sastrawan besar Indonesia Pramoedya
Ananta Toer menyinggung soal manusia berpikir, katanya dalam novel Anak Semua
Bangsa, hal 522: “Setiap yang terjadi di bawah kolong langit adalah urusan
setiap manusia yang berpikir”.
Jika mendalami maksud Bung Pram,
manusia yang berpikir ini adalah siapa saja manusia yang melibatkan dirinya
terhadap persoalan-persoalan kemanusiaan, sosial, pemerintahaan, sampai urusan
akun Instagram Lambe Turah?
Ya, jika kita berkaca pada filsafat
ala Bung Pram, tidak ada salahnya juga klan milenial dan Z ikutan heboh dan
larut dalam setiap kabar dari infotaiment dari layar kaca. Sayangnya mereka ini
hanya larut tidak punya solusi atas berita yang tidak penting bagi kehidupan, paling
tidak ia harus bisa membanting televisinya, karena menayangkan acara yang tidak
berkualitas.
Baca juga:
Golongan yang ingin selalu ada ini
juga terkadang dimanfaatkan oleh politis yang sok cinta generasi muda. Si
politis mengumbar janji kampanye yang didasari karena kepedulian masa depan
Indonesia.
Orasi-orasinya berpesan: “Saya akan
membangun sarana dan prasarana kebutuhan anak muda, saya akan selalu mendengar
generasi muda. Sebab Kalianlah yang membawa Indonesia ini mau ke mana.
Kalianlah yang bisa mengubah bangsa dan negara ini. Ada di genggaman kalian
penentu kebaikan-kebaikan kehidupan ini”.
Tukang janji ini tak langsung menyuruh
generasi cupu untuk mencoblosnya, tapi hanya memberikan pesan bahwa perubahan
yang lebih baik itu hanya melalui dia, dan itu didukung oleh generasi cupu.
Kebenaran tidak bisa hanya dari
“katanya”, kebenaran harus dicari, digali, dan dibuktikan sendiri. Hanya
generasi pemalaslah selalu membenarkan apa saja yang diterimanya, karena ia
sendiri hanya bermain Mobile Legend seharian.
Tak heran, artikel dan berita hoax lebih menarik dari buku-buku
berkualitas di perpustakaan. Pemerintahan bahkan kewalahan memerangi hoax yang membanjiri negaranya. Saking
pusingnya, ia berangus website-website yang kerap mengkritik pemerintah, dan
membiarkan (lebih tepatnya dipelihahara seperti tuyul) website yang ‘menjilati’
bokong si tuan penguasa.
Uniknya, bagi seorang dosen Filsafat
Universitas Indonesia, Rocky Gerung, cara menangkal hoax itu mudah, yaitu: “Naikkan
IQ Anda, hoax akan turun”. Jadi presiden, orang nomor satu di Indonesia ini
punya solusi jitu penangkal hoax, seperti yang dibilang Rocky Gerung, cerdaskan
kehidupan bangsa. Pelan tapi pasti hoax
tidak laku lagi oleh ‘konsumennya’.
Lagi pula sudah diamanahkan melalui
Pasal 31 Ayat 1 Undang-undang Dasar 1945, bunyinya: “Setiap warga negara berhak
mendapatkan pendidikan”. Tetapi Tuan Presiden lebih mengutamakan pembangunan
infrasturuktur, sampai-sampai menembus gunung membelah bukit. Luar biasa sekali
memang.
Benar rakyat Indonesia butuh
infrasruktur, benar warga yang selama ini dianaktirikan oleh pemerintah
sebelumnya membutuhkan pembangunan, tapi jika sumber daya manusia tidak lebih
diutamakan, semua itu tidak efektif.
Konon katanya infrasturuktur yang
digadang-gadang sebagai akses untuk memperlancarkan proses kebutuhan-kebutuhan
pokok di daerah Papua, yang kebutuhan pokok itu sendiri juga diimpor dari luar
negeri.
Contoh kecilnya saja beras impor,
gula impor, bawang putih impor, kedelai impor, garam impor, daging impor,
sampai cangkul diimpor. Ini negara hobinya impor melulu, ya? Katanya negara
agraris, katanya tanah surga.
Lain halnya jika kecerdasan terlebih
dulu dibangun, buat terobosan bagaimana agar petani bisa berlipat-lipat hasil
panennya, lahirkan mahasiswa-mahasiswa yang bisa membangun perekonomian
masyarakat, utus profesor untuk menyelesaikan persoalan yang dialamai masyarakat terpencil. Begini baru bangsa yang
mantap.
Inilah harapan bersama, hendaknya
setiap insan yang berpikir dan perduli bisa terjun langsung ke tengah-tengah
masyarakat, menggali keluhan yang diderita masyarakat, kemudian memberikan
formula untuk kepentingan bangsa Indonesia tercinta, khususnya bagi warga
darurat yang butuh pertolongan pertama.
Maka filosofi saya update, maka saya ada, bisa meninggalkan
jejak untuk diteruskan ke generasi berikutnya. Bukan update status, foto, video, atau berkoar-koar di media sosial.
Sungguh, masyarakat nun jauh di pelupuk mata tidak butuh itu semua.
Bertualanglah seperti Rene Descartes,
cari kebenaran, keadilan, dan perubahan untuk kepentingan peradaban manusia.
Hilangkan budaya hedonisme, individual, otak feodal, dan sifat kapitalisme,
meleburlah menjadi bagian masyarakat yang membutuhkan. [Asmara Dewo]
Posting Komentar untuk "Filosofi Saya Update, Maka Saya Ada"