Sekulerisme Pangkal Bobroknya Pendidikan Indonesia
Klickberita.com
– Pendidikan adalah hal yang paling penting dalam kehidupan manusia. Hal ini
menjadi penting karena dengan pendidikan, taraf hidup manusia akan bergeser
sedikit demi sedikit kearah yang lebih baik. Itulah sebab pendidikan harus
dinomorsatukan.
Bagaimana dengan
kemajuan generasi terdahulu sebelum kita, mereka mampu menciptakan sesuatu yang
sangat berharga bagi kehidupan ini. Berpikir tentang konsep kerangka pesawat,
lalu membuatnya, hingga kini dampaknya masih terasa oleh kita.
Ilustrasi anak-anak Sekolah Dasar Indonesia | Foto Viva.co.id |
Melihat keadaan malam
yang gelap gulita, lalu merumuskan tentang lampu. Bagaimana cara menikmati
keindahan alam yang abadi, kemudian terciptalah lensa untuk mengabadikan
keidahan itu. Bagaiman berhubungan
dengan saudara yang jauh, lalu dibuatnya pesawat telepon, dan sebagainya.
Kita tidak bisa
memungkiri, fakta-fakta yang terjadi didepan mata ini. Bagaimana tidak? Jasa-jasa
para pelopor tekhnologi itu, semakin terasa oleh kita, dengan seiring
berkembangnya zaman. Karya-karya mereka semakin disempurnakan. Seandainya
Thomas Alfa Edhison gagal dalam eksperimenya, bisa jadi hidup kita masih dalam
gelapnya malam.
Seandainya Abbas Ibn
Firnas, matematikawan, astronom, fisikawan, dan ahli penerbangan Muslim dari
abad ke-9, gagal menerbangkan pesawatnya, bisa jadi, orang arab sana masih
menggunakan onta untuk perjalanannya. Atau kita menggunakan kuda, keledai, dan
sebagainya.
Begitu juga jasa Ibn Al
Haistami, penemu Aljabar matematika, seandainya penemuannya salah, bisa jadi
kita masih bodoh dalam perhitungan. Bahkan mungkin masih melakukan eksperimen
mencari angka-angka, tapi begitulah pendidikan yang mereka terima, sehingga
karya-karya mereka bisa kita nikmati.
Namun tidak bisa
dipungkiri, bahwa pendidikan di zaman ini telah jauh dari nilai yang
sesungguhnya. Bagaimana tadinya untuk mencerdaskan manusia, alih-alih, malah
mendidik manusia menjadi bersifat materialistik. Bukan lagi ilmu yang paling
penting, namun bagaimana membayar uang yang telah dikeluarkan dengan gelar,
atau prestasi yang seimbang dengan nominal.
Bahkan tidak jarang,
saya pribadi mendengar pernyatan, kuliah adalah batu loncatan untuk bekerja,
bukan bagaimana menjadi orang yang berilmu. Lalu mampu untuk membawa negeri ke arah
lebih baik, tapi bagaimana mendapatkan pekerjaan yang baik, dan mampu
menghasilkan uang lebih banyak.
Jika berpikir seperti
itu yang melekat dalam kepala para akademisi, terkhusus pelajar dan mahasiswa,
bagaimana dia mamapu memimpin? Bagiamana bisa membawa negeri ke arah yang lebih
baik? Tentu tidak akan mampu! Karena memang tidak melakukan penegembangan di bidang
itu.
Jika cara berpikir para
mahasiswa, kuliah adalah hanya untuk bekerja, itu hanya sia-sia. Jika memang
tujuannya untuk bekerja, mengapa tidak memilih berhenti kuliah? Dan mulai
berbisnis, karena uang hanya akan datang pada mereka yang berusaha. Jika
menunggu selama empat tahun, sangat lama tentunya, mengapa tidak dimulai dari
sekarang kerjanya.
Dari situ seharusnya
kita memiliki penilaian bahwa memang kuliah tidak hanya sebagai batu loncatan,
untuk pekerjaan yang baik, namun kuliah juga dijadikan ajang untuk gaya-gayaan,
ingin terhormat dengan gelar sarjananya. Pemikiran seperti ini justru lebih
berbahaya.
Pendidikan di zaman ini
memang tidak memiliki efek pada murid didik, untuk memiliki karakter beriman
dan bertakwa juga mampu dalam iptek, namun pendidikan dizaman ini hanya mengantarkan
lulusan yang mermental pengecut. Takut tidak berharta, takut tidak kaya, dan
sebagainya.
Padahal tujuan
pendidikan seharusnya bagaimana mencetak lulusan yang berkarakter, memiliki
pola sikap yang baik dan pola pikir yang bertakwa. Serta diiringi penguasaan
ilmu pengetahuan tekhnologi (Iptek), begitulah seharusnya pendidikan.
Namun pada faktanya,
justru sebaliknya, malah mencetak generasi yang bukan generasi. Bahkan banyak
kasus-kasus yang tidak seharusnya dilakukan para pelajar, berikut kami sajikan
kutipan dari blogsport data KTD untuk wilayah Kota Yogjakarta.
Bukan rahasia lagi,
pergaulan sebagian remaja Yogya tidak sehat. Data Konseling PKBI DIY, Kehamilan
Tidak Dikehendaki (KTD) pada remaja selama kurun 2007, tercatat 460 kasus.
Terjadi peningkatan 30 kasus dibanding tahun 2006, yang berjumlah 430 kasus.
Dari jumlah tersebut,
paling banyak terjadi pada mahasiswi, 231 kasus. Mencengangkan lagi, siswi SMP
pun ada yang ketiban sial. Ada 12 orang mengalami KTD. Setiap bulan (kecuali
Februari dan Maret), ada siswi SMP hamil. Data hasil laporan remaja yang curhat
ke PKBI.
Tak semua remaja yang
hamil di luar nikah berani cerita ke orang lain. Ada yang menyimpan
kehamilannya. Kesimpulannya, berarti jumlah KTD jelas lebih banyak.
Itulah yang terjadi
pada kota yang digadang-gadang sebagai kota pelajar, tak jauh beda dengan kota
lainya.
Berikut kami kutip data
dari Kompas, 2009:
Jumlah
kasus aborsi di Indonesia setiap tahun mencapai 2,3 juta, 30 persen di
antaranya dilakukan oleh para remaja.
"Kehamilan
yang tidak diinginkan (KTD) pada remaja menunjukkan kecenderungan meningkat
antara 150.000 hingga 200.000 kasus setiap tahun," kata Luh Putu Ikha
Widani dari Kita Sayang Remaja (Kisara) Bali di Denpasar.
Ia
mengatakan, survei yang pernah dilakukan pada sembilan kota besar di Indonesia
menunjukkan, KTD mencapai 37.000 kasus, 27 persen di antaranya terjadi dalam
lingkungan pranikah dan 12,5 persen adalah pelajar.
Inilah realita pelajar
Indonesia, begitu tidak bermoral, bahkan sesuatu yang tidak seharusnya
dilakukan oleh pelajar dan yang lainya, malah data menunjukan pelajar termasuk
didalamnya. Itu hanya sebagian dari data yang ada bahkan, hasilnya bisa lebih
jauh dari itu.
Karena
Ulah Sekulerisme
Pangkal dari persoalan yang
begitu pelik di Indonesia adalah sekularisme, yang memisahkan antara kehidupan
dan beragama. Dengan kata lain agama tidak boleh masuk dalam ranah kehidupan
bermasayarakat, termasuk berekonomi, politik, beragama, pendidikan, sosial,
budaya dan sebagainya.
Dalam bidang Ekonomi,
sekularistik memiliki andil yang sangat besar, yaitu bagaimana menjadikan
ekonomi yang dibangun di atas pondasi kapitalisme. Bahwasanya pemilik modal
yang memiliki andil terbesar dalam bidang perekonomian, bahkan tak heran
segelintir orang bisa menyetir sebuah negara.
Baca juga:
Kenapa Jokowi Lebih Mengutamakan Pembangunan daripada Pendidikan?
Kemana Mahasiswa saat Terjadi Bencana Alam? Karena Kampus untuk Rakyat
Mahasiswa Mandiri, Contoh Mahasiswa Masa Depan Indonesia
Begitu juga
sekularistik memiliki andil dalam kehidupan sosial, yaitu bagaimana agar
kehidupan sosial tegak diatas dasar egoistik dan individualistik. Yang
mendorong individual-individual untuk berpaham individualisme, sehingga tidak
terjalin persaudaraan antar sesama.
Begitu juga dalam
perpolitikan, sekularistik memiliki peran sangat penting didalamnya, yaitu mengoportunistikan
perpolitikan. Menyetir politik bukan untuk kepentingan bersama, namun
kepentingan pribadi dan golongan.
Dalam berbudaya
sekularistik memiliki peranan dalam hal menghedonistikan kehidupan berbudaya,
bahwa baratlah yang menjadi tumpuan berbudaya. Jika belum membuntuti barat,
maka belum trendi alias katro (ketinggalan
zaman).
Dalam bidang agama
sudah jelassekularistik sangat kuat cengkaramannya, yang seharusnya kebenaran
itu tunggal. Maka dengan ada andil sekuleristik maka kita diharuskan berpaham
sinkretistik, membandingkan semua agama lalu lahirlah pluralism. Sehingga
pemurtadan pun sangat mudah, karena menganggap semua agama sama, memilih agama
manapun tidak jadi masalah.
Tidak terlepas juga dari pendidikan, sekularistik juga memiliki andil yang sangat kuat dalam masalah pendidikan. Maksudnya ialah bagaimana pendidikan dibagun di atas akidah materialistik, hingga menganggap pendidikan diukur dari banyak atau sediktnya biaya yang dikeluarkan, yang bekualitas tentu mahal. Dari sinilah materialisme menempel kuat dalam otak para pelajar dan orangtua. Maka timbullah desakan bangaimana cara si anak harus bisa mengembalikan biaya pendidikannya.
Begitulah sekularisme
melahirkan problema-problema cabang (furu), bukan hanya dalam masalah
pendidikan saja namun dalam semua bidang. Baik ekonominya, pendidikanya,
sosial, budaya, bahkan agama.
Kalo kita mau runut
kebelakang, lahirnya sekularisme adalah bentuk pengambilan jalan tengah dari
sebuah problem yang menimpa eropa barat, yang dari problem itu lahirlah sekularisme.
Pada abad pertengahan Eropa
barat dikuasai oleh gereja, yang meluaskan kontrolnya kedalam kehidula
kehidupan bermasyarakat, termasuk dalam bidang pendidikan, ekonomi, sain, dan
yang lainya. Menurut pandangan para pemikir
dan negarawan sangat bertentangan.
Namun dengan
kewenangannya itu, gereja malah menindas rakyat. Dengan mengatasnamakan Tuhan,
bahwa setiap kebijakan adalah dari tuhan. Suara raja adalah suara tuhan, bahkan
pihak gereja tidak segan membunuh orang yang membangkang dan bertentangan
dengan pendapat gereja. Contohnya Galileo Galilei dan Copernicus, yang mengatakan
bahwa pusat tatasurya adalah matahari.
Alat penyiksa yang
terkenal dimasa itu adalah Iron. Sebuah alat berbentuk peti yang didalamnya dipasangkan
paku-paku yang siap menancap ditubuh para pembangkang, dengan tujuan menyiksa
secara perlahan.
Dari adanya penyiksaan-penyiksaan
yang membuat rakyat menderita ini akhirnya rakyat berpikir. Tidak mungkin Tuhan
begitu keji memperlakukan ciptaanya, jangan-jangan Tuhan itu tidak ada. Ini
hanya akal-akalan orang-orang gereja, dan merekapun memberontak. Hingga pihak
gereja tidak mampu untuk menahannya, dari sinilah lahir sekulerisme itu.
Menurut Muhammad Qutb
(1986) dalam bukunya Ancaman Sekularisme, diartikan sebagai, iqoma al hayati
ala ghayri asasin mina al-dini, yakni dibangunya sturuktur kehidupan diatas
landasan selain agama (Islam). [Mengagas pendidikan islam, karya Ismail yusanti
dkk]
Perlu diketahui, sekulerisme
lahir atas dasar kekecewaan orang-orang eropa barat terhadap gereja, bukan pada
agama islam. Olehnya itu seharusnya kaum Muslim tidaklah usah menjadi sekuler
juga.
Pendidikan dalam Islam
Dalam Islam pendidikan
tentu hal yang sangat penting. Bahkan Rosululllah tidak hentinya mendidik para
sahabat dengan Islam, hingga mereka memiliki mental yang kuat. Bahkan siksaan yang
amat pedih pun tidak mereka hiraukan.
Makna pendidikan dalam
Islam adalah harus sesuai dengan misi penciptaan manusia itu sendiri, yaitu
bagaiamana pendidikan itu sesuai atau tidaknya dengan syariat Islam. Karena
jika tidak sesuai dengan syariat itulah sekulerisme tadi.
Oleh karena ituIislam
menyelaraskan antara pendidikan karakter dan iptek. Coba lihatlah generasi kaum
Muslim sebelumnya, merekalah yang berjasa atas penemuan-penemuan yang bisa kita
rasakan sekarang.
Maka jika pendidikan Indonesia
ingin maju, dan menjadi pendidikan nomor satu dunia, maka kembalikanlah pada
kurikulum Islam. Bukan dengan kurikulum yang tidak jelas mau dibawa kemana
pendidikan di Indomesia ini.[]
Penulis:
Fajar, Mahasiswa Hukum Universitas Widya Mataram. Dan juga tergabung di
komunitas menulis Bintang Inspirasi.
Posting Komentar untuk "Sekulerisme Pangkal Bobroknya Pendidikan Indonesia"