Mahasiswa, Lanjutkan Revolusi Itu!
Klickberita.com -- Sebenarnya apa yang memotivasi kita masuk ke organisasi mahasiswa? Beragam alasan akan terlontar dari jawaban para aktivis, namun yang sebaiknya dicatat adalah alasan demi memperjuangkan hak-hak rakyat, keadilan rakyat, dan kesejahteraan rakyat.
Lain dari itu adalah motivasi perkembangan individu masing-masing. Tentu kita tidak mengabaikan hal tersebut, sebab perjuangan membutuhkan insan-insan yang berkarakter, berkualitas, dan pastinya punya spirit revolusioner.
Nah, motivasi demi kerakyatan tadi akan mengantarkan aktivis itu menjadi sosok yang tangguh, tahan banting, juga bermental baja. Sebab bicara soal perjuangan rakyat bukan perkara mudah, menang dalam kasus-kasus rakyat masih terlalu kecil jika dibandingkan dengan tersingkirnya rakyat dari haknya.
Soekarno, berpesan revolusimu belum selesai! | Foto Istimewa |
Oleh sebab itu aktivis harus dibekali dengan intelektual yang mampu membaca, menganalis, dan mengekskusi permasalahan-permasalah yang dihadapinya. Kerja kolektivitas digigit kuat-kuat, harus diingat perjuangan tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri. Sungguh tidak akan mampu.
Semakin banyak para aktivis yang progresif, maka mencicil kemenagan rakyat akan semakin besar. Cukup 20 persen saja di setiap kampus bergabung di organisasi pergerakan, maka dengan mantap penulis sampaikan kita bisa menyelanggarakan pendidikan gratis, kesehatan gratis, membuka lapangan pekerjaan, melahirkan entrepreuner lokal berbasis masyarakat, dan tentunya kesejahteraan rakyat.
Ya, kita bisa melakukan itu!
Mahasiswa baru yang menginjakkan kakinya di dunia kampus harus punya cita-cita tinggi untuk rakyat. Tidak semata-mata untuk kesuksesan dirinya saja. Kita tahu sekali, ia dikuliahkan oleh keluarganya untuk mengharumkan nama keluarga, agar kelak si anak tamat kuliah bisa sukses bekerja sesuai harapan.
Jikalau setiap mahasiswa dan keluarga yang berpikiran demikian, maka siapa lagi yang memikirkan dengan waras bangsa dan negara kita? Jangan mudah diprovokasi oleh setiap rezim bahwa angka kemiskinan terus turun, lapangan pekerjaan semakin luas, pembangunan di mana-mana. Tapi siapa yang jamin 10 atau 20 tahun kemudian aset negara dikuasi oleh para pemodal (baik dari dalam negeri, maupun dari luar negeri).
Ingat! Tanah yang menjadi pondasi hidup rakyat semakin dikuasi mereka. Tentunya ini bahaya laten bagi masyarakat Indonesia untuk memikirkan anak cucunya di kemudian hari.
Salah satu contoh kasus pengusuran lahan warga di Temon, Kulonprogo, D.I. Yogyakarta. Warga yang tergusur dari mega proyek pembangunan bandara NYIA, sekarang warga mulai galau mencari pekerjaan, sebab selama ini warga temon berprofesi sebagai tani. Dan ketika lahannya sudah dirampas oleh Angkasa Pura I dan pemerintah, mereka tidak punya lahan untuk digarap.
Sialnya, ketika warga mencoba melamar pekerjaan di perusahaan yang menggusurnya, Angkasa Pura dan mitra perusahaannya malah meminta pengalaman kerja kepada warga Temon. Jelas ini adalah janji palsu, alias tipu-tipu bertopeng menyejahterakan hidup warga.
“Masak warga yang selama ini petani, ketika melamar kerja di proyek bandara ditanya pengalaman kerja. Ya pasti tidak ada, sejak lahir sampai sekarang mereka hanya bekerja sebagai petani,” kata Ketua Patra Pansel, Feri Teguh Wahyudi, (HarianJogja, 27/8/2018).
Sama halnya dengan seorang mahasiswa fakultas Ekonomi, ketika sudah tamat dan melamar kerja di perusahaan ditanya oleh HRD, “Pesawat jenis apa saja yang sudah Anda bawa terbang?”
Tentu mahasiswa tidak punya pengalaman membawa terbang pesawat. Dan boleh jadi si mahasiswa tadi belum pernah naik pesawat.
Sebenarnya kasus-kasus agraria di Indonesia ini cukup banyak, kasus agraria di Yogyakarta hanya satu dari sekian banyaknya.
Nah, kita sebagai mahasiswa yang katanya kaum intelektual bagaimana menyikapi persoalan-persoalan tersebut? Apakah diam saja, atau masa bodoh yang penting bisa kuliah, dapat kerjaan, dan sukses.
Padahal Tan Malaka pernah berpesan kepada kita, “Bila kaum muda yang telah belajar di sekolah dan menganggap dirinya terlalu tinggi dan pintar untuk melebur dengan masyarakat yang bekerja dengan cangkul dan memiliki cita-cita yang sederhana, maka lebih baik pendidikan itu tidak diberikan sama sekali”.
Pesan Tan Malaka begitu jelas kepada kita semua, sebagai generasi muda zaman now, kita tidak harus gengsi begaul kepada rakyat jelata, kaum miskin kota, buruh tani, apalagi alergi hidup dengan mereka.
Kita meski bersama mereka membangun apa yang diinginkannya. Yang pada intinya adalah mau tidak mau, suka tidak suka, mahasiswa harus melebur dengan masyarakat, menjadi satu kesatuan. Inilah salah satu tujuan pendidikan tersebut.
Sebagai mahasiswa kita juga meski disadarkan bahwa kita semua adalah anak semua bangsa, seperti apa judul dari Novel Pramoedya Ananta Toer. Tidak tersekat oleh suku bangsa, agama, status sosial, juga latar belakang. Kita adalah anak semua bangsa yang memikirkan dan mengerjakan tugas-tugas revolusi hari ini dan di masa yang akan datang.
Di kepalan mahasiswa dan pungggung mahasiswa itulah amanah perjuangan itu kini diemban. Sanggupkah kita melanjutkan revolusi? Bukankah kita masih ingat pidato Bung Karno, “Ayo bangsa Indonesia, dengan jiwa yang berseri-seri mari berjalan terus. Jangan berhenti, revolusimu belum selesai. Jangan berhenti, sebab siapa yang berhenti akan diseret oleh sejarah”.
Tunjukkan kecintaan NKRI harga mati itu dengan mewujudkan revolusi! Siapapun kita punya tanggungjawab moral atas pidato sang proklamator. Dan pastinya kita harus berjuang bergandeng tangan, melangkah bersama, mendobrak pintu penjajahan modern di berbagai sektor negeri ini.
Hidup mahasiswa, hidup buruh, hidup rakyat miskin kota, hidup buruh tani, hidup nelayan, dan hidup perempuan yang melawan! [Asmara Dewo/No HP/WA 082299027455)
Posting Komentar untuk "Mahasiswa, Lanjutkan Revolusi Itu!"